Posted by : tessarishak Jumat, 29 April 2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat nilai merupakan kajian yang membahas tentang etika dan estetika. Makna nilai tidak terlepas dari keyakinan relegius. Makna dari hidup adalah nilai, sebagai hakikat harga diri dan keberlangsungan duniawi yang sejati. Sejak  manusia membutuhkan ilmu pengetahuan, sejak itu pula ada nilai-nilai yang ditargetkan. Dalam ajaran islam, begitu hitam putih menetapkan hukum fardhu/wajib bagi semua orang yang beriman untuk mencari ilmu. Dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai makn a nilai teori dan epistimologi dari nilai tersebut.
Etika merupakan salah satu dari kajian dalam filsafat nilai. Yaitu membahas tentang moral, akhlak, baik dan buruk tingkah laku manusia. Di makalah ini akan di bahas lanjut menegenai pengertian etika. Begitu pula dengan estetika yaitu keindahan dan cinta dalam  filsafat islami.
Pemisahan diri pengetahuan dari berbagai kepentingan di luar jati dirinya, mencapai puncak keputusasaan. Karena samapai lahir filsafat modern, pemisahan itu justru semakin memperlebar ruang gerak filsafat untuk nimbrung dalam segala bentuk pengetahuan. Termasuk di dalamnya aksiologi yang mengatasnamakan estetika. Seni dan keindahan menjadi milik mutlak kehidupan manusia, bahkan sebagai halkikat segala sesuatu.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu sebagai berikut:
Apa makna dari filsafat nilai tersebut?
Bagaimana epistimologi nilai dan teori nilai tentang etika dan estetika?
Bagaimana filsafat islami tentang cinta dan keindahan?
Bagaimana nilai estetika islam dalam seni?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui:
Apa makna filsafat nilai
Epistimologi nilai dan teori nilai tentang etika dan estetika
Filsafat islami tentang cinta dan keindahan
Nilai estetika islam dalam seni





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Makna Filsafat Nilai
Makna dari hidup adalah “nilai”, sebagai hakikat garga diri dan keberlangsungan duniawi yang sejati. Makna nilai secara filosofis adalah hakikat dari semua kehendak Tuhan yang secercah kehendak-Nya telah tercurahkan kepada jiwa manusia. Ada yang mengatakan sebagi teori nilai yang merupakan bagian aksiologi, karena pandangan tentang hakikat pengetahuan perspektif nilai guna yang didampakkan. Fungsi dan manfaat yang diperoleh dari ilmun pengetahuan merupakan tujuan akhir dari semua pengetahuan.
Betapa berharganya ilmu pengetahuan, sehingga ajaran islam menetapkan sebagai kewajiban. Itu semua sesungguhnya berhubungan dengan “nilai dari sebuah ilmu pengetahuan” bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, aksiologi yang mencari hakikat nilai diterjemahkan sebagai tujuan dari ilmu pengetahuan[1].
Istilah “nilai” dalam bahasa inggris adalah “value”. Aslinya berasal dari bahasa latin “velere” atau Perancis Kuno valio . Rohmat  Mulyana, memaknai nilai secara denotative dengan “harga”. Filsafat nilai adalah pembahasan tentang paradigm aksiologis atas segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada yang menghubungkannya pada hakikat fungsional seluruh pengetahuan.
Makna nilai dapat berupa keyakinan relegius dan janji-janji deterministic dalam agama yang dianut seseorang dalam berbagai perilakunya. Nilai dapat didefenisikan pula sebagai patokan normatif yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di anatara cara-cara tindakan alternatifnya.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan makna nilai secara aksiologis, yaitu:
Nilai sebagai panduan hidup manusia
Nilai sebagai tujuan hidup manusia
Nilai sebagai pilihan normative tindakan manusia
Nilai sebagai hakikat semua pengetahuan
Nilai sebagai kesadaran tertinggi dari seluruh kesadaran manusia tentang motif-motif dan bentuk sebuah tindakan yang berakar pada nalar dan tolok ukur yang menjadi jaminan tercapainya tujuan perilaku.
Lima aspek dari makna nilai di atas adalah kesimpulan yang mengungkapkan kakikat nilai secara filosofis.
B.     Epistimologi Nilai
Epistimologi sering juga disebut teori pengetahuan. Epistimologi dapat didefenisikan sebagai dimensi filsafta yang mempelajari asal mula, sumber, manfaat dan sahihnya pengetahuan[2]. Secara sederhana yaitu bagaimana cara mempelajari, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu bagi kemashalahatan manusia. Epistimologi nilai artinya suber nilai yang dirujuk. Secara filosofis, sumber nilai berawal dari akal manusia sendiri, karena manusia bertindak dengan pertimbangan akalnya. Idealisme yang dipopulerkan oleh Plato secara substisional bersumber dari akal. Karena pandangan idealisme tentang menerjemahkan segala hal yang ada tanpa harus menunggu hasil pengalaman indra.
Rasionalisme empiris sama sekali belum menyadari tentang adanya keberadaan yang berasal dari sesuatu di luar realitas yang indrawi. Kenyataannya, banyak hal yang tidak tergambarkan oleh rasio dan tidak tersentuh oleh indra, tetapi hal itu menjadi bagian dari pengalaman yang sifatnya personal[3].
Nilai relegius bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam pengetahuan manusia sepanjang sejarah. Augustinus berprinsip bahwa kebenaran tertinggi adalah berasal dari hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu, nilai dari pengetahuan dihargai karena memiliki substitusi teologis. Tanpa itu semua, pengetahuan dan kebenaran yang dimaksudkan tidak bernilai.

C.    Teori Nilai tentang Etika dan Estetika
Filsafat nilai adalah kajian aksiologis yang mengedepankan jaweaban atas pertanyaa, untuk apa pengetahuan dicari? Mengapa harus mengamalkan pengetahuan? Apa manfaatnya bagi kehidupan manusia? Teori nilai yang mencakup dua cabang, yaitu etika dan estetika. Yang pertama membicarakan baik buruk perbuatan manusia, yang kedua membahas keindahan dan seni dalam kehidupan manusia.
Juhaya S. Pradja mengatakan bahwa ada empat pendekatan dalam menilai suatu pendapat moral, yaitu:
Pendekatan empiris-deskriptif, menyelidiki pandangan umum tentang moralitas yang berlaku, dampak dari mengikuti atau mengingkari norma yang telah menjadi sistem social.
Pendekatan fenomenologis, penyelidikan tentang kesadaran moral secara subjektif.
Pendekatan normatif, penyelidikan tentang norma social yang berlaku umum.
Pendekatan mataetika, penyelidikan tentang kebenaran moral di luar dirinya.
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.  Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab[4].
Etika adalah bahasan tentang cermin tingkah laku. Nilai baik dan buruk yang didasarkan pada rasio adalah etika. Istilah-istilah etika diantaranya ialah:
Akhlak,  adalah sebutan tentang perilaku baik dan buruk yang digunakan oleh agama.
Moral, asalnya morez, yakni tindakan, yakni penilaian baik dan buruk yang digunakan dalam kehidupan social politik.
Susila adalah istilah yang digunakan dalam kaidah baik dan buruk yang merujuk pada ediologi pancasila.
Norma, ukuran baik dan buruk yang digunakan dalam konsep kebiasan masyarakat.
Etika, ukuran baik dan buruk menurut akal.
Etika juga berarti “timbul dari kebiasaan” adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajati nilai atau kualitas. Etika mencakup analisis dan peranan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggungjawab[5].
Dengan demikian, pandangan baik dan buruk, dan hakikat nilai dalam kehidupan manusia sangat tergantung pada tiga hal mendasar yaitu:
Cara berpikir yang melandasi manusia dalam berprilaku
Cara berbudaya yang menjadi sendi berlakunya norma social.
Cara merujuk kepada sumber-sumber nilai yang menjadi tujuan pokok dalam berindak.
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya[6].
Ø  Perbedaan Etika & Estetika
a.       Etika mempelajari baik atau buruk ( nilai universal ) & moral, sedangkan estetika mempelajari tentang keindahan & kejelekan.
b.      Dasar yang ada pada etika adalah kehendak sedangkan estetika pada perasaan.
c.       Etika akan menghasilkan keserasian sedangkan estetika menghasilkan kesenian[7].

D.    Filsafat Islami tentang Cinta dan Keindahan
Keindahan itu berasal dari cinta, dan filsafat adalah hakikat cinta. Oleh karena itu, secara filosofis, estetis menjadi cinta sebagi tujuan segala sesuatu adalah sama dengan membalikkan filsafat pada substansi dirinya sendiri. Semua berawal dari cinta, sedangkan keindahan hanyalah akibat eksistensinya. Agama-agama yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia mengajarkan paradigma cinta. Cinta kepada Tuhan adalah penggerak utama untuk menampakkan cinta kepada sesama makhluk Tuhan.
Menurut Plato, keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak pernah berubah-ubah. Keindahan adalah sifat objektif barang yang dinilai. Keindahan adalah hakikat[8]. Oleh karena itu, keindahan bukan berasal dari suatu benda, tetapi menyertai benda itu sendiri.
Secara psikologis, keindahan itu bukan hanya yang berbau kenikmatan dan menyenangkan. Cinta bertaut dengan dengan benci, klehidupan bertaut kamatian, rindu dan cemburu, gembira dan sedih, suka-duka, penyesalan dan emosi-emosi lainnya yang menjadi hukuk keseimbangan.
Dalam pemahaman islam yang merunut wahyu, kemarahan adalah awal dari rasa cinta yang menimbulkan keindahan. Marah merupakan suatu emosi penting yang mempunyai fungsi esensial bagi kehidupan manusia, yakni membantunya dalam menjaga diri. Dengan marah, pertahanan diri meningkat.
Adapun cinta yang menebarkan keindahan. Terdapat dalam QS.Al-Fath: 28, QS. Al-Hasyr: 9, QS. Al-Hujarat: 10, QS. Ali Imran: 14.
Ada tiga interpretasi tentang hakikat seni:
Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman.
Seni sebagai alat kesenangan.
Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman[9].
Cinta sebagai sumber keindahan. Keindahan bukan suatu yang dapat didefinisikan karena berasal dari perasaan yang didorong oleh luapan emosi dan perasaan.  Akal mudah mengalah pada keindahan.  Kata-kata kadang tak mampu mengungkapkan perasaan sesosok manusia. Hal tak berdaya karena rasa takut menghadapi gejolaknya yang
denyut nadi dan debaran jantung, itulah keajaiban cinta dan keindahannya yang menurut kaum filosof merupakan hakikat dari semua pengetahuan.
E.     Nilai Estetika Dalam Seni
Seni adalah wujud dari keindahan. Keindahan adalah abstrak dari seni yang berbaur dengan cipta dan rasa manusia. Seni dalam pemikiran islam kotemporer kurang tersentuh, kecuali seni sastra. Pleh karena itu, seni perlu mendapat perhatian penuh, karena secara filosofis, islam adalah seni dan keindahan. Contohnya umar bin Khathab, seorang sahabat yang sebelum masuk islam adalah orang yang terkenal keras dan bengis. Anak perempuannya dia kubur hidup-hidup. Dia adalah pedagang yang berwatak temperamental dan selalu diperlakukan keras oleh Ayahnya.
Akan tetapi tidak ada yang menyangka sedikit pun bahwa umar bin Khathab adalah seorang pria melankolis yang senang dengan keindahan seni sastra. Tak kuat menahan keharuannya ketika mendengar lantunan surat Thaha, ia mendatangi Rasulullah saw. dan menyatakan diri untuk masuk islam. Keindahan sastra Al-Qur’an mampu meluluhkan hati seorang Umar bin Khathab yang dikenalk temperamental, keras dan tegas.
Jika seni dilihat dari sudut filsafat integralitas atau keterpaduan antara islam sebagai ajaran kesalamatan dan cinta sebagai hakikat keindahan, maka seni adalah eksistensi dari agama itu sendiri. Eksistensi seni terdiri dari empat lapis eksistensialitas. Lapis terbawah,  adalah keberadaannya sebagai benda-benda seni berupa sosok materiil sebagai wujud seni. Lapis kedua, keberadaan seni mewujud sebagai proses karya penciptaan benda seni. Lapis ketiga adalah kekerasan dalam pikiran berupa pandangan dan gagasan yang mengarahkan proses penciptaan nilai. Pada lapis teratas adalah eksistensi seni sebagai nilai-nilai dan tujuan estetik yang mendasari wawasan seni dan mendorong proses terciptanya karya seni.
Pada hakikatnya, seni adalah dialog intersubjektif yang mewujud dalam empat lapis eksistensi. Oleh karena itu, hakikat seni adalah intersubjektivitasa seperti hanya cabang-cabang kebudayaan lainnya. Seni dalam berhubungan dengan Tuhan digerakkanoleh wujud yang indah penuh estetika[10]. Gerakan shalat mengisyaratkan seni yang luar biasa. Semua melakukan aktivitasnya.
Karya seni Tuhan yang sempurna, wujud manusia yang semula tanah dan saripatinya, kehancuran dan kehinaannya bukan karena wujud lahirahnya yang dapat rusak karena bersifat fana, melainkan karena tidak meyakini karya seni Tuhan dengan baik dan tidak professional dalam bekerja. Karya seni adalah wujud dari kebenaran, tetapi kebenaran akan berpulang kepada pengetahuan.

 



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat nilai adalah pembahasan tentang paradigm aksiologis atas segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada yang menghubungkannya pada hakikat fungsional seluruh pengetahuan. Makna nilai dapat berupa keyakinan relegius dan janji-janji deterministic dalam agama yang dianut seseorang dalam berbagai perilakunya.
Etika adalah bahasan tentang cermin tingkah laku. Nilai baik dan buruk yang didasarkan pada rasio adalah etika. Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya.
Keindahan itu berasal dari cinta, dan filsafat adalah hakikat cinta. Oleh karena itu, secara filosofis, estetis menjadi cinta sebagi tujuan segala sesuatu adalah sama dengan membalikkan filsafat pada substansi dirinya sendiri. Semua berawal dari cinta, sedangkan keindahan hanyalah akibat eksistensinya.
Cinta sebagai sumber keindahan. Keindahan bukan suatu yang dapat didefinisikan karena berasal dari perasaan yang didorong oleh luapan emosi dan perasaan. Seni adalah wujud dari keindahan. Keindahan adalah abstrak dari seni yang berbaur dengan cipta dan rasa manusia. Karya seni adalah wujud dari kebenaran, tetapi kebenaran akan berpulang kepada pengetahuan.


B.     Saran
Demikian pemaparan makalah di atas diharapkan pembaca dapat memahami makna filsafat nilai antara etika dan estetika dalam islam. Dan kami sarankan untuk mencaritahu lebih banyak lagi mengenail filsafat nilai dari berbagai sumber guna memperdalam pengetahuan kita tentang materi mata kuliah ini. Terima kasih, semoga bermanfaat.






DAFTAR PUSTAKA
Saebeni, Beni Ahmad , 2009, Filsafat Ilmu, Bandung: Pustaka Setia.
Ihsan, Fuad , 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika, diambil tanggal 11 juni 2013.
Sadulloh, Uyoh , 2007, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: CV Alfabeta.
http://egitrisda.wordpress.com/2011/07/21/etika-filsafat-komunikasi/ diambil tanggal 12 juni 2013.
http://etikaestetika.blogspot.com/2011/04/etika-dalam-filsafat-nilai-islam.html, diambil tanggal 11 juni 2013.





[1] Drs. Beni Ahmad Saebeni, M. Si, Filsafat Ilmu, (Bandung, 2009: Pustaka Setia), -cet.I- , Hal.190-191.
[2] Drs. H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta:2010, Rineka Cipta), hal.225
[3] Drs. Beni Ahmad Saebeni, M. Si, Filsafat Ilmu, (Bandung, 2009: Pustaka Setia), -cet.I- , Hal.192.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Etika, diambil tanggal 11 juni 2013.
[5] Drs. H. Mohammad Adib, MA. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: 2010, Pustaka Belajar), ed. 2, -cet.I-,  hal. 207.
[6] Drs. Uyoh Sadulloh, M. Pd. Pengantar Filsafat Pendidikan. (Bandung: 2007, CV Alfabeta),  hal. 71-72.
[7] http://egitrisda.wordpress.com/2011/07/21/etika-filsafat-komunikasi/ diambil tanggal 12 juni 2013.
[8]  Drs. Beni Ahmad Saebeni, M. Si, Filsafat Ilmu, ………………… hal. 200.
[9] http://etikaestetika.blogspot.com/2011/04/etika-dalam-filsafat-nilai-islam.html, diambil tanggal 11 juni 2013.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Learn IT - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -