Archive for 2016

Hubungan Religiusitas dengan Prilaku Sosial



1. Pengertian Religiusitas 
Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius. Religi berasal dari kata religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia. Religiusitas berasal dari kata religiosity yang berarti keshalihan, pengabdian yang besar pada agama. Religiusitas berasal dari religious yang berkenaan dengan religi atau sifat religi yang melekat pada diri seseorang. 
2. Pengertian Perilaku Sosial 

     Menurut Rusli Ibrahim (2001), Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain, dimana saling ketergantungan diantara satu orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat. 

    Pembentukan perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal. Pada aspek eksternal situasi sosial memegang peranan yang cukup penting. Situasi sosial diartikan sebagai tiap-tiap situasi di mana terdapat saling hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain setiap situasi yang menyebabkan terjadinya interaksi social dapatlah dikatakan sebagai situasi sosial. Contoh situasi sosial misalnya di lingkungan pasar, pada saat rapat, atau dalam lingkungan pembelajaran pendidikan jasmani. 


Contohnya :

Pondok  pesantren  merupakan  salah  satu  lembaga  pendidikan  yang
memadukan ilmu agama dengan ilmu umum sehingga suasananya lebih islami
menjadikan   manusia   lebih   tangguh   dalam   menghadapi   arus   kehidupan.
Fenomena dan ke
cenderungan kehidupan di pondok pesantren akhir
-
akhir ini
sangat  dipengaruhi  oleh  pesatnya  kemajuan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi
dengan segala dampaknya, baik yang bernilai positif maupun negatif. Hal itu
pula  yang  telah  mendorong  terjadinya  arus  globali
sasi  yang  mengalir  di
pesantren  sehingga  membuahkan  berbagai  implikasi  yang  demikian  luas  di
semua aspek kehidupan santri.
Seiring  dengan  majunya  teknologi,  informasi  dan  arus  globalisasi
tersebut para santri dihadapkan pada berbagai benturan yang ada, bai
k sosial,
ekonomi,  budaya,  dan  sebagainya.  Sehingga  timbul  rasa  tidak  percaya  diri,
tidak bahagia, cemas, depresi, dan kesepian.
Pada  dasarnya  setiap  orang  normal  senantiasa  menginginkan  dirinya
menjadi  orang  berguna  dan  berharga  baik  bagi  dirinya  sendiri
,  keluarganya,
dan  lingkungan  masyarakatnya.  Keinginan  tersebut  menggambarkan  hasrat
yang paling mendasar bagi para santri yaitu hasrat untuk hidup bermakna.
Keinginan untuk hidup lebih berarti memang benar
-
benar merupakan
motivasi  utama  bagi  para  santri.
Hasrat  inilah  yang  mendasari  berbagai

kegiatan  misalnya  belajar  dan  berkarya  agar  kehidupannya  bermanfaat  bagi
sesama.
Hasrat untuk hidup bermakna merupakan suatu kenyataan yang benar
-
benar  ada  dan  dirasakan  dalam  kehidupan  setiap  santri.  Sebagai  motivasi
utama hasrat ini mendambakan diri menjadi pribadi yang martabat, terhormat
dan berharga dengan kegiatan
-
kegiatan  yang terarah pada tujuan hidup yang
jelas dan bermakna pula.
Hasrat  untuk  hidup  bermakna  akan  menimbulkan  perasaan  bahagia.
Sebaliknya   bila   has
rat   tidak   terpenuhi   akan   mengakibatkan   terjadinya
kekecewaan hidup dan penghayatan diri tidak bermakna, apabila berlarut
-
larut
akan menimbulkan berbagai perasaan dan penyesuaian diri yang menghambat
pengembangan pribadi dan harga diri
(Laili Rachmah,2003:59).
Makna hidup harus dicari dan ditemukan oleh diri kita sendiri. Selain
berkarya,  Ibadah  merupakan  salah  satu  metode  santriwati  untuk  membuka
pandangan  akan  nilai

nilai  potensi  dan  makna  hidup  yang  terdapat  dalam
individu. Sesuai  dengan  pendapat  Frankl yang  dikutip  oleh  Hanna  DjumhanaBastaman(1995:194) bahwa makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang.
Makna   hidup   bila   berhasil   ditemukan   dan   dipenuhi   akan   menyebabkan
Kehidupan ini   dirasakan   sangat   berarti,   kemudian   akan   menimbulkan
kebahagiaan.  Dengan  demikian  dapat  dikatakan  bahwa  kebahagiaan  adalah
akibat dari keberhasilan seseorang memenuhi arti hidupnya.






Kebermaknaan Hidup
Makna hidup (the meaning of life) adalah motivasi, tujuan, dandambaan yang harus diraih oleh
setiap orang. Victor E. Frankl seorang tokoh psikologi eksistensial dalam konsep logoterapinya
mengatakan bahwa kebermaknaan hidup disebut sebagai kualitas penghayatan individu
terhadap seberapa besar ia dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi-potensi serta kapasitas yang dimilikinya, dan seberapa jauh ia telah berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya, dalam rangka memberi makna atau arti kepada kehidupannya (Bastaman, 2007:76).

Makna hidup dapat ditemukan melalui berbagai cara, untuk
menemukan makna hidup Crumbaugh menggunakan metode logoananlisis
yakni self evalution, action as if, establishing an encounter, searching for
meaningful values. Metode tersebut akhirnya dimodifikasi oleh Bastaman
menjadi lima ragam metode dan dinamakan “Panca Cara Temuan Makna”,
yakni (1) Pemahaman Diri, (2) Bertindak Positif, (3) Pengakraban
Hubungan, (4) Pendalaman Catur Nilai, (5) Ibadah.
Santriwati
Kata Pesantren berasal dari kata “santri” yang diberi awalan pedan
akhiran -an menjadi Pesantrian (Pesantren) berarti tempat tinggal para
santri, sedangkan santri adalah orang yang menuntut ilmu agama Islam.
Kata santriwati berasal dari kata santri dan wati, wati berarti menunjukkan
komunitas wanita. Jadi jika digabungkan kata santriwati berarti komunitas
wanita yang menuntut ilmu agama.
Awalnya istilah santri adalah pelajar atau pengikut sekolah Islam
yang disebut pesantren. Namun, kemudian istilah tersebut digunakan
untuk menamai kelas dalam masyarakat Jawa yang berislam kuat, yang
dioposisikan dengan abangan dan priyayi. Dengan adanya pengaruh
budaya lokal, timbul pula percabangan dalam Islam di Jawa: Islam Jawa
yang bersifat sinkretik, dan Islam modernis yang puritan. Santri secara
sadar mengidentifikasikan diri mereka sebagai Muslim, dan berusaha
sebisa mungkin menjalani hidup sesuai dengan pemahaman mereka sendiri
terhadap Islam, baik berupa Islam tradisional yang sinkretik, Islam kaum
modernis yang puritan, atau campuran keduanya. (Sejarah
santri.http:ibd.wordpress.com. 19:01:09.07:43).



Manusia dan Tanggung Jawab


                     Tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Dari sisi si pembuat ia harus menyadari akibat perbuatannya itu, dengan demikian ia sendiri pula yang harus memulihkan kedalam keadaan baik. Dari sisi pihak lain, apabila si pembuat tidak mau bertanggung jawab, phak lain yang akan memulihkan baik dengan cara individual maupun dengan cara kemasyarakatan.
                     Apabila dikaji, tanggung jawab itu adalah kewajiban atau beban yang harus dipikul atau dipenuhi sebagai akibat dari perbuatan pihak yang berbuat, atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain, atau sebagai pengabdian, pengorbanan pada pihak lain. Kewajiban atau beban itu ditujukan untuk kebaikan pihak yang berbuat sendiri, atau pihak lain. Dengan keseimbangan, keserasian, keselarasan ntara sesama manusia, antar manusia dan lingkungn, antara manusia dan Tuhan selalu dipelihara dengan baik.
Macam Dan Jenis Tanggung Jawab
1.            Tanggung jawab kepada diri sendiri, merupakan tanggung
         jawab atas perbuatan, tingkah laku serta tindakannya sendiri.
2.            Tanggung jawab kepada keluarga, atas keselamatan dan
         kesejahteraan serta kelestarian rumah tangganya, dan dapat
         hidup dengan sebaik-baiknya dengan memenuhi segenap 
         kebutuhan.
3.            Tanggung jawab kepada manusia dan masyarakat Bangsa
         dan Negara demi pergaulan hidup serta mempertahankan
         nama baik terhadap lingkungannya, negaranya.
4.            Tanggung jawab kepada tuhannya, melalui taqwa kepada 
         Nya, juga dengan keyakinan, disampingnya atas ridho
         Tuhan Yang Maha Esa Pengasih dan Penyayang

Tanggung Jawab, Pengabdian
Merupakan dua hal berbeda, namun sangat berkaitan maknanya dalam
         permasalahan kehidupan budaya manusia.
                  Tanggung jawab merupakan kesadaran manusia akan tingkah  
   laku atas perbuatannya yang disengaja maupun tidak disengaja.
   Juga memiliki arti lain seperti :
1. Wajib menanggung beban atas perbuatannya yang disengaja maupun
    yang tidak sengaja secara rela dan ikhlas.
2. Memenuhi segenap akibat yang ditimbulkan dari perbuatan yang
    disengaja maupun tidak disengaja.
3. Rela berkorban atas kekeliruannya untuk pihak lain, dengan segenap
    resiko yang dihadapinya.
Menurut kamus umum bahasa Indonesia W.J.S. Poerwodarminto,  
             tanggung jawab adalah kewajiban seseorang untuk menanggung,  
             memenuhi jawab, memikul jawab dan memikul segala sesuatu, atau  
             menanggung segala akibat.
                  Disini terlihat adanya keharusan memikul tanggung jawab atas
      perbuatannya, namun juga ada hal-hal yang telah terjadi tidak perlu  
      dipertanggungjawabkan, baik secara fisik maupun tanggungjawab
      bidang materi. Contoh olah raga timju, seandinya ada salah satu pihak
      mengalami cacat badat sampai dengan meninggal akibat tinju, maka
      pihak lain/lawan, namun secara pribadi, moral dan batinnya pasti
      merasa bertanggungjawab. Karena semuanya ada keterkaitan dengan Allah. Beberapa contoh sederhana dalam tanggungjawab, antara lain:
a)      Seorang mahasiswa yang sedang kuliah di Perguruan/Sekolah Tinggi, mempunyai tanggungjwab kepada kedua orang tuanya dalam hal belajar giat. Dengan kadar pertanggungjawabannya adalah memperoleh hasil berupa kemajuan belajar., nilai IPK maksimal dan sebagainya.
b)      Seseorang mahasiswa tidak bertanggungjawab kepada orangtuanya yang telah memberikan biaya pelunasan SPP atau BPP pokok untuk kuliahnya, namun tidak dibayarkan dan yang bersangkutan tidak diperkenankan mengikuti Ujian semester
                     Manusia pada umumnya adalah makluk yang bertanggungjawab, karena manusia itu selain makhluk individu, juga adalah makhluk soaial dismping makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggunbgjawab, mengingat manusia memiliki sejumlah peran dalam konteks social, individu maupun theologies.
                     Oleh karenanya, manusia memiliki sifat untuk mau  bertanggungjawab, menanggung segala akibat atas perbuatan yang telah dilakukannya dan bertanggungjawab ini pada dasarnya adalah berkat bimbingan serta petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai akibat taqwa terhadap Nya. Atas dasar kesadaran tersebut menimbulkan rasa tanggungjawab dalam kehidupan manusia untuk menilai lebih lanjut mengenai hal-hal yang buruk dan baik., mengenai hal-hal yang tidak benar dan yang benar, tidak menyenangkan dan menyenangkan dan sebagainya .

PENUTUP


A. KESIMPULAN


                 Dengan menggunakan akal budinya manusia akan mencapai kebahagiaan sesuai besar kecilnya tanggung jawab yang dipikulnya, disamping juga sebaliknya diberikan beban kepada manusia. Hal itu disebabkan bahwa setiap manusia harus berani bertanggung jawab atas segenap perbuatan yang telah dilakukannya.

Estetika


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Filsafat nilai merupakan kajian yang membahas tentang etika dan estetika. Makna nilai tidak terlepas dari keyakinan relegius. Makna dari hidup adalah nilai, sebagai hakikat harga diri dan keberlangsungan duniawi yang sejati. Sejak  manusia membutuhkan ilmu pengetahuan, sejak itu pula ada nilai-nilai yang ditargetkan. Dalam ajaran islam, begitu hitam putih menetapkan hukum fardhu/wajib bagi semua orang yang beriman untuk mencari ilmu. Dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai makn a nilai teori dan epistimologi dari nilai tersebut.
Etika merupakan salah satu dari kajian dalam filsafat nilai. Yaitu membahas tentang moral, akhlak, baik dan buruk tingkah laku manusia. Di makalah ini akan di bahas lanjut menegenai pengertian etika. Begitu pula dengan estetika yaitu keindahan dan cinta dalam  filsafat islami.
Pemisahan diri pengetahuan dari berbagai kepentingan di luar jati dirinya, mencapai puncak keputusasaan. Karena samapai lahir filsafat modern, pemisahan itu justru semakin memperlebar ruang gerak filsafat untuk nimbrung dalam segala bentuk pengetahuan. Termasuk di dalamnya aksiologi yang mengatasnamakan estetika. Seni dan keindahan menjadi milik mutlak kehidupan manusia, bahkan sebagai halkikat segala sesuatu.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu sebagai berikut:
Apa makna dari filsafat nilai tersebut?
Bagaimana epistimologi nilai dan teori nilai tentang etika dan estetika?
Bagaimana filsafat islami tentang cinta dan keindahan?
Bagaimana nilai estetika islam dalam seni?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui:
Apa makna filsafat nilai
Epistimologi nilai dan teori nilai tentang etika dan estetika
Filsafat islami tentang cinta dan keindahan
Nilai estetika islam dalam seni





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Makna Filsafat Nilai
Makna dari hidup adalah “nilai”, sebagai hakikat garga diri dan keberlangsungan duniawi yang sejati. Makna nilai secara filosofis adalah hakikat dari semua kehendak Tuhan yang secercah kehendak-Nya telah tercurahkan kepada jiwa manusia. Ada yang mengatakan sebagi teori nilai yang merupakan bagian aksiologi, karena pandangan tentang hakikat pengetahuan perspektif nilai guna yang didampakkan. Fungsi dan manfaat yang diperoleh dari ilmun pengetahuan merupakan tujuan akhir dari semua pengetahuan.
Betapa berharganya ilmu pengetahuan, sehingga ajaran islam menetapkan sebagai kewajiban. Itu semua sesungguhnya berhubungan dengan “nilai dari sebuah ilmu pengetahuan” bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, aksiologi yang mencari hakikat nilai diterjemahkan sebagai tujuan dari ilmu pengetahuan[1].
Istilah “nilai” dalam bahasa inggris adalah “value”. Aslinya berasal dari bahasa latin “velere” atau Perancis Kuno valio . Rohmat  Mulyana, memaknai nilai secara denotative dengan “harga”. Filsafat nilai adalah pembahasan tentang paradigm aksiologis atas segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada yang menghubungkannya pada hakikat fungsional seluruh pengetahuan.
Makna nilai dapat berupa keyakinan relegius dan janji-janji deterministic dalam agama yang dianut seseorang dalam berbagai perilakunya. Nilai dapat didefenisikan pula sebagai patokan normatif yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di anatara cara-cara tindakan alternatifnya.
Ada lima hal yang perlu diperhatikan kaitannya dengan makna nilai secara aksiologis, yaitu:
Nilai sebagai panduan hidup manusia
Nilai sebagai tujuan hidup manusia
Nilai sebagai pilihan normative tindakan manusia
Nilai sebagai hakikat semua pengetahuan
Nilai sebagai kesadaran tertinggi dari seluruh kesadaran manusia tentang motif-motif dan bentuk sebuah tindakan yang berakar pada nalar dan tolok ukur yang menjadi jaminan tercapainya tujuan perilaku.
Lima aspek dari makna nilai di atas adalah kesimpulan yang mengungkapkan kakikat nilai secara filosofis.
B.     Epistimologi Nilai
Epistimologi sering juga disebut teori pengetahuan. Epistimologi dapat didefenisikan sebagai dimensi filsafta yang mempelajari asal mula, sumber, manfaat dan sahihnya pengetahuan[2]. Secara sederhana yaitu bagaimana cara mempelajari, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu bagi kemashalahatan manusia. Epistimologi nilai artinya suber nilai yang dirujuk. Secara filosofis, sumber nilai berawal dari akal manusia sendiri, karena manusia bertindak dengan pertimbangan akalnya. Idealisme yang dipopulerkan oleh Plato secara substisional bersumber dari akal. Karena pandangan idealisme tentang menerjemahkan segala hal yang ada tanpa harus menunggu hasil pengalaman indra.
Rasionalisme empiris sama sekali belum menyadari tentang adanya keberadaan yang berasal dari sesuatu di luar realitas yang indrawi. Kenyataannya, banyak hal yang tidak tergambarkan oleh rasio dan tidak tersentuh oleh indra, tetapi hal itu menjadi bagian dari pengalaman yang sifatnya personal[3].
Nilai relegius bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam pengetahuan manusia sepanjang sejarah. Augustinus berprinsip bahwa kebenaran tertinggi adalah berasal dari hukum-hukum Tuhan. Oleh karena itu, nilai dari pengetahuan dihargai karena memiliki substitusi teologis. Tanpa itu semua, pengetahuan dan kebenaran yang dimaksudkan tidak bernilai.

C.    Teori Nilai tentang Etika dan Estetika
Filsafat nilai adalah kajian aksiologis yang mengedepankan jaweaban atas pertanyaa, untuk apa pengetahuan dicari? Mengapa harus mengamalkan pengetahuan? Apa manfaatnya bagi kehidupan manusia? Teori nilai yang mencakup dua cabang, yaitu etika dan estetika. Yang pertama membicarakan baik buruk perbuatan manusia, yang kedua membahas keindahan dan seni dalam kehidupan manusia.
Juhaya S. Pradja mengatakan bahwa ada empat pendekatan dalam menilai suatu pendapat moral, yaitu:
Pendekatan empiris-deskriptif, menyelidiki pandangan umum tentang moralitas yang berlaku, dampak dari mengikuti atau mengingkari norma yang telah menjadi sistem social.
Pendekatan fenomenologis, penyelidikan tentang kesadaran moral secara subjektif.
Pendekatan normatif, penyelidikan tentang norma social yang berlaku umum.
Pendekatan mataetika, penyelidikan tentang kebenaran moral di luar dirinya.
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.  Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab[4].
Etika adalah bahasan tentang cermin tingkah laku. Nilai baik dan buruk yang didasarkan pada rasio adalah etika. Istilah-istilah etika diantaranya ialah:
Akhlak,  adalah sebutan tentang perilaku baik dan buruk yang digunakan oleh agama.
Moral, asalnya morez, yakni tindakan, yakni penilaian baik dan buruk yang digunakan dalam kehidupan social politik.
Susila adalah istilah yang digunakan dalam kaidah baik dan buruk yang merujuk pada ediologi pancasila.
Norma, ukuran baik dan buruk yang digunakan dalam konsep kebiasan masyarakat.
Etika, ukuran baik dan buruk menurut akal.
Etika juga berarti “timbul dari kebiasaan” adalah cabang utama dari filsafat yang mempelajati nilai atau kualitas. Etika mencakup analisis dan peranan konsep seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggungjawab[5].
Dengan demikian, pandangan baik dan buruk, dan hakikat nilai dalam kehidupan manusia sangat tergantung pada tiga hal mendasar yaitu:
Cara berpikir yang melandasi manusia dalam berprilaku
Cara berbudaya yang menjadi sendi berlakunya norma social.
Cara merujuk kepada sumber-sumber nilai yang menjadi tujuan pokok dalam berindak.
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya[6].
Ø  Perbedaan Etika & Estetika
a.       Etika mempelajari baik atau buruk ( nilai universal ) & moral, sedangkan estetika mempelajari tentang keindahan & kejelekan.
b.      Dasar yang ada pada etika adalah kehendak sedangkan estetika pada perasaan.
c.       Etika akan menghasilkan keserasian sedangkan estetika menghasilkan kesenian[7].

D.    Filsafat Islami tentang Cinta dan Keindahan
Keindahan itu berasal dari cinta, dan filsafat adalah hakikat cinta. Oleh karena itu, secara filosofis, estetis menjadi cinta sebagi tujuan segala sesuatu adalah sama dengan membalikkan filsafat pada substansi dirinya sendiri. Semua berawal dari cinta, sedangkan keindahan hanyalah akibat eksistensinya. Agama-agama yang dianut oleh bangsa-bangsa di dunia mengajarkan paradigma cinta. Cinta kepada Tuhan adalah penggerak utama untuk menampakkan cinta kepada sesama makhluk Tuhan.
Menurut Plato, keindahan adalah realitas yang sebenarnya dan tidak pernah berubah-ubah. Keindahan adalah sifat objektif barang yang dinilai. Keindahan adalah hakikat[8]. Oleh karena itu, keindahan bukan berasal dari suatu benda, tetapi menyertai benda itu sendiri.
Secara psikologis, keindahan itu bukan hanya yang berbau kenikmatan dan menyenangkan. Cinta bertaut dengan dengan benci, klehidupan bertaut kamatian, rindu dan cemburu, gembira dan sedih, suka-duka, penyesalan dan emosi-emosi lainnya yang menjadi hukuk keseimbangan.
Dalam pemahaman islam yang merunut wahyu, kemarahan adalah awal dari rasa cinta yang menimbulkan keindahan. Marah merupakan suatu emosi penting yang mempunyai fungsi esensial bagi kehidupan manusia, yakni membantunya dalam menjaga diri. Dengan marah, pertahanan diri meningkat.
Adapun cinta yang menebarkan keindahan. Terdapat dalam QS.Al-Fath: 28, QS. Al-Hasyr: 9, QS. Al-Hujarat: 10, QS. Ali Imran: 14.
Ada tiga interpretasi tentang hakikat seni:
Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman.
Seni sebagai alat kesenangan.
Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman[9].
Cinta sebagai sumber keindahan. Keindahan bukan suatu yang dapat didefinisikan karena berasal dari perasaan yang didorong oleh luapan emosi dan perasaan.  Akal mudah mengalah pada keindahan.  Kata-kata kadang tak mampu mengungkapkan perasaan sesosok manusia. Hal tak berdaya karena rasa takut menghadapi gejolaknya yang
denyut nadi dan debaran jantung, itulah keajaiban cinta dan keindahannya yang menurut kaum filosof merupakan hakikat dari semua pengetahuan.
E.     Nilai Estetika Dalam Seni
Seni adalah wujud dari keindahan. Keindahan adalah abstrak dari seni yang berbaur dengan cipta dan rasa manusia. Seni dalam pemikiran islam kotemporer kurang tersentuh, kecuali seni sastra. Pleh karena itu, seni perlu mendapat perhatian penuh, karena secara filosofis, islam adalah seni dan keindahan. Contohnya umar bin Khathab, seorang sahabat yang sebelum masuk islam adalah orang yang terkenal keras dan bengis. Anak perempuannya dia kubur hidup-hidup. Dia adalah pedagang yang berwatak temperamental dan selalu diperlakukan keras oleh Ayahnya.
Akan tetapi tidak ada yang menyangka sedikit pun bahwa umar bin Khathab adalah seorang pria melankolis yang senang dengan keindahan seni sastra. Tak kuat menahan keharuannya ketika mendengar lantunan surat Thaha, ia mendatangi Rasulullah saw. dan menyatakan diri untuk masuk islam. Keindahan sastra Al-Qur’an mampu meluluhkan hati seorang Umar bin Khathab yang dikenalk temperamental, keras dan tegas.
Jika seni dilihat dari sudut filsafat integralitas atau keterpaduan antara islam sebagai ajaran kesalamatan dan cinta sebagai hakikat keindahan, maka seni adalah eksistensi dari agama itu sendiri. Eksistensi seni terdiri dari empat lapis eksistensialitas. Lapis terbawah,  adalah keberadaannya sebagai benda-benda seni berupa sosok materiil sebagai wujud seni. Lapis kedua, keberadaan seni mewujud sebagai proses karya penciptaan benda seni. Lapis ketiga adalah kekerasan dalam pikiran berupa pandangan dan gagasan yang mengarahkan proses penciptaan nilai. Pada lapis teratas adalah eksistensi seni sebagai nilai-nilai dan tujuan estetik yang mendasari wawasan seni dan mendorong proses terciptanya karya seni.
Pada hakikatnya, seni adalah dialog intersubjektif yang mewujud dalam empat lapis eksistensi. Oleh karena itu, hakikat seni adalah intersubjektivitasa seperti hanya cabang-cabang kebudayaan lainnya. Seni dalam berhubungan dengan Tuhan digerakkanoleh wujud yang indah penuh estetika[10]. Gerakan shalat mengisyaratkan seni yang luar biasa. Semua melakukan aktivitasnya.
Karya seni Tuhan yang sempurna, wujud manusia yang semula tanah dan saripatinya, kehancuran dan kehinaannya bukan karena wujud lahirahnya yang dapat rusak karena bersifat fana, melainkan karena tidak meyakini karya seni Tuhan dengan baik dan tidak professional dalam bekerja. Karya seni adalah wujud dari kebenaran, tetapi kebenaran akan berpulang kepada pengetahuan.

 



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Filsafat nilai adalah pembahasan tentang paradigm aksiologis atas segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada yang menghubungkannya pada hakikat fungsional seluruh pengetahuan. Makna nilai dapat berupa keyakinan relegius dan janji-janji deterministic dalam agama yang dianut seseorang dalam berbagai perilakunya.
Etika adalah bahasan tentang cermin tingkah laku. Nilai baik dan buruk yang didasarkan pada rasio adalah etika. Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya.
Keindahan itu berasal dari cinta, dan filsafat adalah hakikat cinta. Oleh karena itu, secara filosofis, estetis menjadi cinta sebagi tujuan segala sesuatu adalah sama dengan membalikkan filsafat pada substansi dirinya sendiri. Semua berawal dari cinta, sedangkan keindahan hanyalah akibat eksistensinya.
Cinta sebagai sumber keindahan. Keindahan bukan suatu yang dapat didefinisikan karena berasal dari perasaan yang didorong oleh luapan emosi dan perasaan. Seni adalah wujud dari keindahan. Keindahan adalah abstrak dari seni yang berbaur dengan cipta dan rasa manusia. Karya seni adalah wujud dari kebenaran, tetapi kebenaran akan berpulang kepada pengetahuan.


B.     Saran
Demikian pemaparan makalah di atas diharapkan pembaca dapat memahami makna filsafat nilai antara etika dan estetika dalam islam. Dan kami sarankan untuk mencaritahu lebih banyak lagi mengenail filsafat nilai dari berbagai sumber guna memperdalam pengetahuan kita tentang materi mata kuliah ini. Terima kasih, semoga bermanfaat.






DAFTAR PUSTAKA
Saebeni, Beni Ahmad , 2009, Filsafat Ilmu, Bandung: Pustaka Setia.
Ihsan, Fuad , 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta.
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika, diambil tanggal 11 juni 2013.
Sadulloh, Uyoh , 2007, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: CV Alfabeta.
http://egitrisda.wordpress.com/2011/07/21/etika-filsafat-komunikasi/ diambil tanggal 12 juni 2013.
http://etikaestetika.blogspot.com/2011/04/etika-dalam-filsafat-nilai-islam.html, diambil tanggal 11 juni 2013.





[1] Drs. Beni Ahmad Saebeni, M. Si, Filsafat Ilmu, (Bandung, 2009: Pustaka Setia), -cet.I- , Hal.190-191.
[2] Drs. H.A. Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta:2010, Rineka Cipta), hal.225
[3] Drs. Beni Ahmad Saebeni, M. Si, Filsafat Ilmu, (Bandung, 2009: Pustaka Setia), -cet.I- , Hal.192.
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Etika, diambil tanggal 11 juni 2013.
[5] Drs. H. Mohammad Adib, MA. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: 2010, Pustaka Belajar), ed. 2, -cet.I-,  hal. 207.
[6] Drs. Uyoh Sadulloh, M. Pd. Pengantar Filsafat Pendidikan. (Bandung: 2007, CV Alfabeta),  hal. 71-72.
[7] http://egitrisda.wordpress.com/2011/07/21/etika-filsafat-komunikasi/ diambil tanggal 12 juni 2013.
[8]  Drs. Beni Ahmad Saebeni, M. Si, Filsafat Ilmu, ………………… hal. 200.
[9] http://etikaestetika.blogspot.com/2011/04/etika-dalam-filsafat-nilai-islam.html, diambil tanggal 11 juni 2013.


- Copyright © Learn IT - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -