Posted by : tessarishak
Selasa, 01 Mei 2018
Teori permainan, ilmu pengambilan
keputusan stategis merupakan kesatuan disiplin ilmu yang berbeda, yaitu
gabungan ilmu matematika, psikologi dan filsafat. Teori permainan ditemukan dan
dikembangkan pertama kali pada tahun 1944 oleh John Von Neumann dan Oskar Mongenstern, tapi mungkin saja ditemukan
sebelumnya namun tidak terekam siapa penemunya. Pentingnya ilmu teori permainan
untuk analisis modern dan pengambilan keputusan dibuktikan dengan peraihan
nobel kepada 12 ekonom dan ilmuwan terkemuka yang berkontribusi dalam
pengembangan teori permainan.
Teori
permainan telah diterapkan dalam banyak bisnis, keuangan, ekonomi, ilmu
politik, psikologi dan bidang ilmu lainnya. Memahami strategi permainan
yang populer dianggap penting untuk meningkatkan penalaran dan keterampilan
pengambilan keputusan seseorang di kehidupan yang kompleks ini.
Dilema Narapidana (Prisoner’s Dilemma)
Salah
satu konsep teori permainan yang paling populer dan merupakan dasar teori ini
adalah Dilema Narapidana. Konsep permainan ini lebih kepada mengeksplorasi
strategi pengambilan keputusan yang diambil oleh dua pihak yang bergerak dan
bertindak sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak, bekerja sama satu sama
lain akan lebih menguntungkan ketimbang dengan bergerak sendiri-sendiri.
Ilustrasi
dilema narapidana adalah sebagai berikut: dua tersangka ditangkap ketika sedang
melakukan kejahatan, mereka lalu ditahan di ruangan terpisah dimana mereka
tidak dapat berkomunikasi satu sama lain. Jaksa menginformasikan bahwa
masing-masing tersangka akan dipanggil satu per satu secara terpisah. Jika
dalam panggilan tersebut tersangka pertama bersaksi melawan tersangka 2, bahwa
tersangka 2 lah yang melakukan kejahatan, maka tersangka 1 bisa bebas.
Sebaliknya, jika tersangka 1 dicurigai melakukan kejahatan dan mengaku
sedangkan tersangka 2 tidak mengakui kejahatan, maka tersangka 1akan dijatuhi
hukuman penjara 3 tahun. Jika kedua tersangka mengakui kejahatan,
masing-masing tersangka akan mendapatkan hukuman 2 tahun penjara. Namun jika
keduanya tidak ada yang mengaku, keduanya akan dijatuhi hukuman satu tahun
penjara saja.

Jika dilihat dari konsep dilema narapidana, kerja sama
adalah strategi terbaik untuk kedua tersangka. Ketika dihadapkan pada kasus
seperti itu, orang rasional lebih memilih untuk bersaksi melawan orang lain
daripada tetap diam dan menjadi tertuduh sendiri karena kesempatan yang dia
punya sudah di klaim lawan.
Strategi Teori Permainan
Dilema
Narapidana meletakkan dasar strategi teori permainan tingkat tinggi populer
lainnya, antara lain:
Matching Pennies: merupakan jenis permainan zero-sum (zero-sum game)
yang melibatkan dua pemain (sebut saja Pemain 1 dan Pemain 2) secara bersamaan
melempar uang koin di atas meja. Jika kedua koin yang terlihat adalah kepala
atau ekor, maka Pemain 1 menang dan bisa menyimpan uang koin Pemain 2. Jika
koin yang dilempar memperlihatkan dua sisi yang berbeda, maka Pemain 2 menang
dan bisa menyimpan uang koin Pemain 1.
Deadlock: Permainan
ini termasuk jenis skenario dilema sosial.
Seperti halnya dilema narapidana, kedua pemain bisa memilih bekerja sama atau
tidak bekerja sama. Dalam deadlock, jika kedua pemain
bekerja sama, keduanya akan mendapatkan imbalan (payoff) sebesar
1, jika sebaliknya, keduanya akan mendapatkan imbalan sebesar 2. Jika Pemain 1
memilih bekerja sama dan Pemain 2 memilih berkhianat, maka Pemain 1 akan
mendapatkan imbalan 0 dan Pemain 2 akan mendapatkan poin 3.

Perbedaan deadlock dengan dilema narapidana adalah tindakan
saling menguntungkan yang terbesar adalah ketika kedua pemain saling
berkhianat, dan itu menjadi strategi yang dominan. Strategi dominan adalah strategi yang
menghasilkan imbalan tertinggi dari strategi yang tersedia, terlepas dari
strategi yang digunakan oleh pemain lainnya atau tidak.
Contoh umum permainan deadlock adalah perang nuklir, dua kekuatan
(negara) berusaha mencapai kesepakatan untuk menghapus persenjataan nuklir yang
mereka punya. Dalam contoh ini, kerja sama artinya mengikuti kesepakatan,
sementara pengkhianatan artinya secara diam-diam mengingkari kesepakatan dan
mempertahankan persenjataan nuklirnya. Hasil terbaik untuk kedua negara adalah
ketika mereka saling membelot dan mempertahankan opsi untuk menyimpan senjata
nuklirnya, karena hal itu lebih baik daripada jika memberikan kesempatan
kekuatan lain untuk curang dan melempar nuklir ke negaranya.
Kompetisi Cournot (Cournot Competition): Model ini juga secara konseptual mirip dengan Dilema
Narapidana, yang namanya diambil dari penemunya yaitu Augustin Cournot pada tahun 1838. Penerapan
model Cournot umumnya digunakan pada ilmu ekonomi dalam mendeskripsikan pasar
duopoli. Pasar duopoli yaitu pasar di mana penawaran
suatu barang dikuasai oleh dua perusahaan.

Contohnya: Terdapat dua
perusahaan, Perusahaan C dan T yang menghasilkan produk identik dan bisa
menghasilkan produk dalam jumlah besar maupun jumlah kecil. Jika kedua
perusahaan bekerja sama dan sepakat untuk berproduksi skala kecil, maka
persediaan barang di pasaran akan sedikit sehingga kedua perusahaan bisa
mematok harga tinggi dan mengambil keuntungan yang besar. Di sisi lain adalah
jika kedua perusahaan memilih untuk memproduksi barang dalam skala besar,
akibatnya barang yang beredar sangat banyak dipasaran, dan harga produkpun akan
menjadi rendah sehingga kedua perusahaan mempunyai keuntungan yang sedikit.
Kondisi lainnya adalah, ketika perusahaan C tetap memproduksi produk dalam
skala kecil dan perusahaan T memproduksi produk dalam skala besar. Yang mungkin
terjadi adalah, perusahaan T akan sangat diuntungkan, lebih besar keuntungannya
daripada saat kedua perusahaan melakukan kesepakatan. Sedangkan untuk
perusahaan C, mendapatkan hasil impas (Break Event Point/
BEP) saja sudah lebih baik daripada harus sampai gulung tikar.
Koordinasi: Dalam
koordinasi, para pemain mendapatkan imbalan lebih tinggi ketika mereka memilih
tindakan yang sama. Sebagai contoh, dua perusahaan IT bermaksud memperkenalkan
teknologi baru dalam sebuah chip memori yang bisa menghasilkan keuntungan yang
sangat besar atau opsi lainnya adalah perusahaan bisa meluncurkan teknologi
lama dengan sentuhan revisi. Jika hanya satu perusahaan saja yang mengadopsi
teknologi baru, penerimaan pasar oleh konsumen akan lebih sedikit dibandingkan
jika kedua perusahaan mengadopsi teknologi baru bersama-sama. Perhatikan mariks
berikut ini:
|
Matriks Imbalan Koordinasi
|
Pemain B
|
||
|
Teknologi baru
|
Teknologi lama
|
||
|
Pemain A
|
Teknologi baru
|
(a) 600, 600
|
(b) 0, 150
|
|
Teknologi lama
|
(b) 150, 0
|
(d) 300, 300
|
|
Begini strateginya, jika kedua perusahaan memutuskan
untuk memperkenalkan teknologi baru, masing-masing akan memperoleh keuntungan
600 milyar rupiah, jika hanya memperkenalkan versi revisi dari teknologi lama,
keuntungannya hanya sebesar 300 milyar rupiah untuk masing-masing perusahaan.
Tetapi jika hanya satu perusahaan saja yang memperkenalkan teknologi baru,
perusahaan tersebut hanya akan memperoleh 150 milyar rupiah walaupun perusahaan
lainnya tidak mendapatkan keuntungan sama sekali. Dalam kasus ini, hal yang
paling rasional untuk dilakukan adalah bekerja sama memperkenalkan teknologi
baru.
Permainan Lipan (Centipede Game): permainan ini
merupakan jenis ekstensif dimana dua pemain secara bergantian mendapatkan
kesempatan untuk mengambil keuntungan yang lebih besar secara perlahan.
Permainan lipan sifatnya sekuensial (berurutan)
dimana pemain bergerak satu per satu seperti bermain catur, bukan bersamaan
seperti dalam lelang. Setiap pemainpun mengetahui strategi yang dipilih oleh
pemain lainnya. Permainan ini berakhir hingga salah satu pemain mendapatkan
keuntungan yang lebih besar daripada lawannya.
Sebagai
contoh, misalkan terdapat dua orang pemain yaitu Pemain C dan T. Pemain C
mendapatkan kesempatan melangkah pertama untuk melakukan aksi menekan
tombol “TAKE” atau “PASS” yang saat ini jumlah simpanannya masing-masing adalah
2. Jika Pemain C melakukan aksi “TAKE”, maka Pemain C dan T akan mendapatkan
masing-masing nilai 1, tetapi jika Pemain C menekan tombol “PASS”, maka
permainan berikutnya diambil alih oleh Pemain T. Lanjutannya, jika Pemain T
mengambil posisi “TAKE”, dia akan mendapatkan nilai 3 (akumulasi simpanan sebelumnya,
2 + 1) dan Pemain C mendapatkan 0. Tetapi jika Pemain T menekan tombol “PASS”,
maka permainan berikutnya diambil oleh Pemain C, dan seterusnya. Jika kedua
pemain selalu memilih untuk “PASS”, masing-masing akan mendapatkan nilai 100 di
akhir permainan.
Inti dari permainan ini adalah, jika Pemain C
dan T selalu bekerja sama melakukan aksi “PASS” hingga akhir permainan,
masing-masing akan mendapatkan imbalan sebesar 100. Tetapi jika mereka tidak
mempercayai lawannya dan melakukan aksi “TAKE” pada kesempatan pertama, maka
menurut Hukum Ekuilibrium Nash, pemain akan mengambil
klaim serendah mungkin yaitu 1. Dalam sebuah eksperiman yang dilakukan oleh
para ahli, hasil menunjukan bahwa perilaku “rasional” seperti ini sangat jarang
ditemui dalam kehidupan nyata. Hal tersebut tidak mengejukan mengingat secara
intuisi sekecil apapun imbalan yang diperoleh akan berdampak pada hasil
akhirnya. Perilaku serupa juga ditunjukkan dalam dilema traveler berikut
ini.
Dilema Traveler:
Permainan ini termasuk kedalam jenis permainan non-zero (non-zero sum game),
dimana dua pemain berusaha untuk memaksimalkan hasil mereka pribadi tanpa
memperdulikan perolehan lawan. Permainan ini disusun dan dipopulerkan oleh
seorang ekonom bernama Kaushik Basu pada tahun
1994.
Contoh
yang paling menarik adalah kasus kehilangan barang di pesawat. Sebuah
perusahaan penerbangan setuju untuk memberikan kompensasi bagi dua penumpang
yang menjadi korban kehilangan barang dan barang hilang tersebut bersifat
identik.
Selanjutnya,
secara terpisah, kedua penumpang pesawat tersebut diminta untuk memperkirakan
nilai barang yang hilang dengan minimum harga 2 juta rupiah dan maksimal 100
juta rupiah. Jika keduanya menuliskan nilai yang sama, maka maskapai
penerbangan tersebut akan mengganti masing-masing sejumlah nilai yang
dituliskan oleh kedua penumpang. Tetapi jika nilainya berbeda, maskapai
penerbangan akan memberikan kompensasi 2 juta rupiah bagi yang menuliskan nilai
rendah, dan menarik denda 2 juta rupiah bagi yang menuliskan nilai yang lebih
tinggi.
Dalam
hukum ekulibrium Nash, berdasarkan langkah sebelumnya (induksi ke belakang),
maka nilai 2 juta rupiah akan terpilih. Tetapi jika menggunakan konsep
permainan lipan, hasil percobaan menunjukkan bahwa mayoritas penumpang akan
secara naif memilih nilai yang lebih besar dari 2. Dilema Traveler dapat
diterapkan untuk menganalisa berbagai situasi kehidupan nyata. Proses induksi
ke belakang dapat membantu menjelaskan bagaimana dua perusahaan yang terlibat
dalam kompetisi bisnis yang ketat dapat dengan mantap menurunkan harga produk
serendah-rendahnya untuk mendapatkan pangsa pasar, yang dapat menyebabkannya
timbulnya kerugian yang semakin besar dalam prosesnya.
Battle of the Sexes: Permainan ini merupakan bentuk lain dari permainan
koordinasi yang dipaparkan sebelumnya namun dengan metode pembayaran berbeda
yaitu bersifat asimetri. Permainan ini melibatkan pasangan kekasih yang mencoba
untuk mendiskusikan acara makan malam romantis mereka. Si pria menginginkan
pertemuan disebuah klub futsal sementara si wanita menginginkan pertemuan
disebuah kafe yang dekat dengan salon kesukaannya. Kemanakah mereka seharusnya
pergi? Matriks di bawah ini menunjukkan nilai yang didapatkan, yang mewakili
tingkat kepuasan relatif baik untuk si pria maupun si wanita.
|
Matriks Imbalan
Battle of Sexes
|
Pria
|
||
|
Kafe
|
Klub Futsal
|
||
|
Wanita
|
Kafe
|
(a) 6,3
|
(b) 2,2
|
|
Klub Futsal
|
(b) 0,0
|
(d) 3,6
|
|
Contohnya, sel (a) mewakili nilai kepuasan baik untuk si pria
maupun si wanita, pada sel ini si wanita, di kafe, lebih merasa puas dengan
nilai kepuasan lebih besar dari si pria (6 vs 3). Sel (d) menunjukkan
sebaliknya, dimana si pria, di klub futsal, lebih merasa puas ketimbang si
wanita (3 vs 6). Sel (c) merepresentasikan ketidakpuasan pasangan tersebut
tatkala mereka harus pergi ke tempat lain yang tidak menarik bagi keduanya. Dan
sel (b) memperlihatkan tingkat kepuasan yang sepadan, jika pasangan tersebut
memutuskan pergi ke tempat lain yang dianggap lumayan mewakili keinginan naik
si pria maupun si wanita, misalnya mereka memutuskan bertemu di kafe yang dekat
dengan salon dan klub futsal.
|
Matriks Imbalan
Damai – Perang
|
Perusahaan 2
|
||
|
Damai
|
Perang
|
||
|
Perusahaan 1
|
Damai
|
(a) 3,3
|
(b) 0,4
|
|
Perang
|
(b) 4,0
|
(d) 1,1
|
|
Permainan diktator: Ini adalah permainan sederhana dimana Pemain
A harus memutuskan bagaimana membagi hadiah uang tunai dengan Pemain B, yang
tidak mengadopsi pilihan Pemain A. Eksperimen menunjukkan bahwa sekitar 50%
pemain A akan menyimpan semua uang untuk dirinya sendiri, 5% membagi sama rata
dan 45% lainnya akan memberikan kepada Pemain B porsi yang lebih sedikit.
Permainan diktator ini mirip dengan permainan ultimatum,
dimana Pemain A diberi sejumlah uang tertentu, yang bagiannya harus diberikan
pada Pemain B. Pemain B bisa melakukan aksi menerima atau menolak tawaran nilai
tersebut, dan jika Pemain B menolak, maka Pemain A pun tidak akan mendapatkan
bagian yang dijanjikan. Kedua permainan memberikan pelajaran penting agar kita
sebagai manusia lebih banyak menjadi filantropi atau rajin bersedekah daripada
meributkan pembagian hasil yang memusingkan kepala.
Damai-Perang: Sebuah variasi dari permainan Dilema Narapidana dimana
keputusan “Bekerja Sama atau Berkhianat” digantikan dengan istilah “Damai atau
Perang.” Contohnya adalah ketika dua perusahaan terlibat dalam perang harga.
Jika keduanya menahan diri dari aksi pemotongan harga, keduanya akan lebih bisa
menikmati keuntungan relatif (lihat sel a), jika perang harga terus
digencarkan, hal tersebut akan mengurangi keuntungan secara drastis bagi
keduanya. Jika perusahaan 1 melakukan pemotongan harga dan perusahaan 2
sebaliknya, Perusahaan 1 akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dengan
skor 4 karena menghasilkan pangsa pasar yang lebih luas sehingga volume yang
dijual pun lebih banyak untuk mengimbangi harga yang dijual lebih rendah dari
pesaing. Begitupula sebaliknya.
Dilema Relawan: Dalam konsep ini, seseorang harus melakukan tugas
atau pekerjaan demi kebaikan bersama. Contoh menariknya adalah dalam kasus
korupsi besar-besaran dalam sebuah instansi yang dilakukan oleh banyak
karyawannya namun tidak disadari oleh manajemen puncaknya. Seorang karyawan
junior yang tidak korupsi takut untuk melaporkan kecurangan seniornya pada
manajemen puncak karena akan berbahaya bagi karirnya dan akan di cap sebagai “whistleblower” panggilan yang sangat tidak
mengenakkan. Tetapi jika si sukarelawan dalam hal ini karyawan junior tadi
tidak melaporkan, maka kecurangan akan semakin merajalela dan membahayakan
nasib instansi dimasa depan, bisa bangkrut dan semua orang menjadi kehilangan
pekerjaan.

