Archive for Januari 2016
MAKALAH GEPENG
BAB I
PENDAHULUAN
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi gelandangan dan pengemis (gepeng) di Sidoarjo?
2. Bagaimana proses penanganan gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi gelandangan dan pengemis (gepeng) di daerah Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui proses penanganan gelandangan dan pengemis (gepeng) oleh Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Kota Sidoarjo sebagai masukan untuk lebih dalam menangani gelandang dan pengemis di sidoarjo.
2. Bagi peneliti yang lain agar dapat digunakan dalam melanjutkan penelitian tentang deskriptif gelandang dan pengemis.
3. Bagi penulis, peneliti ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
1. Personal inadequancies or sometimes phatologies which may make it difficult for man to cope with the demands of his environment. (ketidakmampuan individu atau kadangkala patologiyang membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan lingkungannya).
2. Situational inadequancies and other conditions which are beyond man’s coping capacities,and. (ketidakmampuan situasional (lingkungan dan kondisi lainnya yang berada dibawah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri)
. 3. Both personal and situasional inadequacies. (ketidakmampuan/ ketidaklengkapan dari kedua faktor personal dan situasional). Dan untuk mengatasi masalah-masalah dalam fungsi sosial, maka intervensi yang dapat dilakukan adalah : Intervention primarily through person, which involves activities aimed at increasing man’s capacities to cope with or adjust to his reality situation (such as by changing his attitudes and teaching him skills). (intervensi yang utama dilakukan melalui individu, dimana melibatkan kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada peningkatan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan situasi realitanya (seperti melalui perubahan sikap dan mengajarkan keterampilan pada orang tersebut). Intervention primarily through his situation which involves activities aimed at modifying the nature of the reality itself so as to bring it within the range of man’s functional capacities (such as by minimizing or preventing the causes of stress, by providing necessary services and facilities). (intervensi yang utama dilakukan melalui situasi lingkungannya, dimana meliputi kegiatan-kegiatan yang ditujukan pada pemodifikasian sifat-sifat dasarndan realita itu sendiri agar dapat masuk kedalam rentangan kemampuan berfungsi orang tersebut(seperti melalui peminimalisiran atau pencegahan penyebab timbulnya stress, melalui penyediaan pelayanan dan fasilitas yang diperlukan). Intervention through both the person and his situation. (intervensi yang dilakukan melalui individu dan juga melalui situasi lingkungannya). Sebagai aktivitas pertolongan(helping profession), pekerjaan sosial bermaksud untuk menyelesaikan masalah sosial yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok, ataupun masyarakat. Layaknya dokter atau guru, sebagai aktivitas yang professional, pekerjaan sosial didasari atas tiga kompetensi penting, yakni kerangka pengetahuan (body of knowledge), kerangka keahlian ( body of skill), dan kerangka nilai (body of value). Secara integratif, ketiganya menjadi dasar penting dalam praktik ilmu pekerjaan sosial. Dari definisi diatas, dapat dilihat bahwa pekerjaan sosial adalah disiplin ilmu yang berkepentingan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial, yang dihadapi umat manusia, artinya, secara operasional pekerjaan sosial pada dasarnya sangat dekat dengan kehidupan setiap masyarakat. Walaupun demikian, perlu diakui bahwa secara definitive, pekerjaan sosial relative kurang dikenal dalam masyarakat Indonesia. Bila dilihat secara definitif, pengertian pekerjaan sosial yang dikemukakan oleh United States Council on Social Work Education. Lebih melihat pekerjaan sosial sebagai profesi yang banyak berfokus pada fungsi sosial individu, ataupun kelompok, terutama dalam kaitan dengan relasi sosial yang membentuk interaksi antara manusia dengan lingkungannya, aktivitas ini menurut Skidmore, dapat dikelompokkan kedalam tiga fungsi: 1. Perbaikan (restorasi), kapasitas yang dimiliki klien (fungsi rehabilitative dan kuratif). Aspek kuratif dalam pekerjaan sosial berusaha mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang menjadi penyebab kurang berfungsinya seseorang. Aspek rehabilitative dalam pekerjaan sosial mencoba membina kembali pola-pola interaksi. 2. Penyediaan sumber daya individu atau masyarakat (fungsi developmental), fungsi developmebtal ini bertujuan untuk memanfaatkan secara maksimum kemampuan dan potensi agar interaksi sosialnya lebih efektif. Pencegahan disfungsi sosial (fingsi preventif). Fungsi ini melibatkan penemuan, pengawasan, dan menghilangkan atau mengurangi kondisi atau situasi yang mempunyai potensi untuk merusak fungsi sosial seseorang. B. Tujuan Pekerja Sosial Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh The National Assosiation Of Social Workers (NASW), pekerjaan sosial mempunyai empat tujuan utama, akan tetapi The Council on Social Work Education menambah dua tujuan pekerjaan sosial, sehingga menjadi enam poin penting, antara lain : Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya, menanggulangi dan secara efektif dapat menjalankan fungsi sosialnya. Seseorang yang sedang mengalami masalah, sering kali tidak memilikikesadaran bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Pekerja sosial berperan dalam mengidentifikasi kekuatan klien dan mendorongnya untuk dapat melakukan perubahan pada kehidupannya.kesadaran tentang kekuatan yang ada pada diri klien inilah yang menimbulkan suatu nilai terkenal yang dijunjung tinggi dalam pekerjaan sosial, yakni self determination (keputusan oleh diri sendiri). Pekerja sosial dalam konteks ini dapat berperan sebagai konselor, pendidik, penyedia layanan, atau perubah perilaku. Menghubungkan klien dengan jaringan sumber yang dibutuhkan. Ibarat memancing, dalam konteks memberdayakan masyarakat, jika dulu cukup memberikan kailnya saja. Dengan memberikan pelatihan skill tertentu (misalnya kewirausahaan) kepada rakyat miskin, mungkin sudah cukup menyelesaikan problem kemiskinan. Namun, kail saja kini rasanya tidak cukup. Sebab, bagaimana mungkin bisa memancing padahal “kolam” nya saja sudah tidak tersedia, atau klien merasa kebingungan di “kolam” mana mungkin dia akan melemparkan kailnya. Dalam hal ini pekerjaan sosial berfungsi strategis dalam advokasi sosial maupun menghubungkan klien kepada jaringan-jaringan sumber yang dibutuhkan seorang klien, untuk dapat berkembang dan mencapai tujuan kehidupannya. Menjadi broker atau pialang sosial adalah suatu peran strategis, yang dapat dimainkan oleh pekerja sosial untuk mencapai tujuan ini. Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial dalam pelayanannya, agar berjalan secara efektif. Pekerja sosial berperan dalam menjamin agar lembaga-lembaga sosial dapat memberikan pelayanan terhadap klien secara merata dan efektif. Langkah ini dilakukan karena lembaga-lembaga sosial dianggap sebagai salah satu peranti untuk mencapai tujuan-tujuan dari disiplin ilmu pekerjaan sosial. Peran-peran yang dapat dilakukan pekerja sosial antara lain, pengembang program, supervisor, koordinator ataupun konsultan. Sebagai pengenbang program, pekerja sosial dapat mendorong atau merancang program sosial, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai supervisor, pekerja sosial dapat meningkatkan kinerja pelayanan lembaga sosial melalui supervise yang dilakukan terhadap staf-stafnya. Sedangkan, dalam konteks coordinator, pekerja sosial dapat meningkatkan system pelayanan, dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara sumber-sumber pelayanan kemanusiaan. Memandu lembaga sosial dalam meningkatkan kualitas pelayanan dapat diperankan oleh pekerja sosial sebagai konsultan. Mendorong terciptanya keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial yang berpihak. Disinilah pekerjaan sosial memiliki kaitan yang sangat erat dengan kesejahteraan sosial maupun dengan kebijakan sosial. Yang pertama sebagai tujuan akhirnya sedang kedua sebagai salah satu alat untuk mencapainya. Keduanya berada dalam wilayah kajian pekerjaan sosial. Pekerja sosial dapat berperan sebagai perencana (planner) atau pengembang kebijakan (policy developer). Memberdayakan kelompok-kelompok rentan dan mendorong kesejahteraan sosial maupun ekonomi. Kelompok rentan yang dimaksud seperti orang lanjut usia, kaum perempuan, gay, lesbian, orang yang cacat fisik maupun mental, pengidap HIV/AIDS (ODHA), dan kelompok marjinal lainnya. Lazimnya, kelompok masyarakat seperti ini sangat rentan terhadap pengabaian hak-haknya, sehingga perlu dilindungi agar memperoleh hah-haknya secara memadai. Selain hak-hak keadilan dan kesejahteraan sosial diperlukan juga upaya untuk memberikan perlindungan kepada mereka untuk memperoleh hak-hak keadilan secara ekonomi. Misalnya, peluang untuk memperoleh pekerjaan atau pelayanan kesehatan. Sebab tidak jarang kelompok rentan seperti ini kurang mendapat perhatian dalam hak-haknya secara ekonomi. Mengembangkan dan melakukan uji keterampilan atau pengetahuan professional. Pekerjaan sosial diharapkan memiliki dasar-dasar keterampilan dan pengetahuan yang mencukupi dalam praktiknya. Sehingga perlu ada upaya pengembangan maupun uji kelayakan terhadap pekerja sosial sendiri. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar praktik pekerjaan sosial yang dilakukan tidak menyimpang, dan sesuai dengan norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat. C. Faktor penyebab dari gepeng (gelandangan dan pengemis). Masalah sosial tidak bisa dihindari keberadaanya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan adalah masalah gelandangan dan pengemis. Permasalahan sosial gelandanagan dan pengemis merupakan akumulasi dan interaksi dari berbagai permasalahan seperti hal hal kemiskinan, pendidikan rendak, minimnya keterampilan kerja yang di miliki,lingkungan, sosial budaya, kesehatan dan lain sebagaianya. Adapun gambaran permasalahan tersebut dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Masalah kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal dan menjangkau pelayanan umum sehingga tidak dapat Mengembangkan kehidupan pribadi maupun keluarga secara layak. 2. Masalah Pendidikan. Pada umumnya tingkat pendidikan gelandangan dan pengemis relatif rendah sehingga menjadi kendala untuk memperleh pekerjaan yang layak 3. Masalah keterampilan kerja. Pada umumnya gelandangan dan pengemis tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan tuntutan pasar kerja. 4. Masalah sosial budaya Ada beberapa faktor sosial budaya yang mengakibatkan seseorang menjadi gelandangan dan pengemis: a. Rendahnya harga diri. Rendahnya harga diri kepada sekelompok orang, mengakibatkan tidak dimiliki rasa bamu untk minta minta. b. Sikap pasrah pada nasib. Mareka manggap bahwa kemiskinan adalah kondisi mereka sebagai gelandangan dan pengemis adalah nasib, sehingga tidak ada kemauan untuk melakuan perubahan. c. Kebebasan dan kesenangan hidup mengelandang. Ada kenikmatan tersendiri bagi orang yang hidup menggelandang. D. Dampak dari galandangan dan pengemis (gepeng) Dengan adanya para gelandangan dan pengemis yang berda di tempat tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat di antaranya: a. Masalah lingkungan (tata ruang) Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah jembatan dan pingiran kali. Oleh karna itu mereka di kota besar sangat mengangu ketertiban umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan serta keindahan kota. b. Masalah kependudukan. Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran di jalan jalan dan tempat umum, kebanyakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah. c. Masalah keaman dan ketertiban. Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial mengagu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut. d. Masalah kriminalitas. Memang tak dapat kita sangkal banyak sekali faktor penyebab dari kriminalitas ini di lakukan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian kekerasan hingga sampi pelecehan seksual ini kerap sekali terjadi. E. Metode Penelitian di PMKS Sidoarjo Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena mencari data berupa angka atau dalam bentuk kuantitas, mencari data sesuai dengan konsep yang sudah ada dan Penelitian dapat dilakukan oleh orang lain (field works). Subyek Penelitian Subyek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para informan yang ditentukan peneliti berdasarkan teknik purposive, yaitu Penentuan sampel dilakukan dengan tujuan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk mencari sumber data yang mantap dan lengkap. Lokasi Lokasi penelitian ini adalah Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo, Jl. Pahlawan No.5 – Sidoarjo. Jenis Data Data sekunder, yakni sumber data yang diperoleh dari bahan bacaan atau referensi yang menunjang dalam penelitian ini. Data sekunder ini berupa buku – buku, foto, dokumentasi program, serta jurnal-jurnal yang berhubungan dengan Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo. F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tanya jawab langsung dari responden. 2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan langsung terhadap obyek penelitian. 3. Dokumentasi, yaitu mencakup arsip-arsip berupa tulisan, photo, gambar-gambar serta hal-hal yang memungkinkan untuk digali sebagai data dalam proses penelitian. G. Balai Pelayanan Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Jalanan Sidoarjo Permasalahan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) khususnya yang ada di jalanan merupakan salah satu permasalahan sosial yang sulit ditangani. Banyaknya anak jalanan, WTS, gelandangan, pengemis, dan gelandangan psikotik yang kerap kali terlihat memadati setiap perempatan dan ruas-ruas jalan utama bukan saja tidak sedap dipandang, melainkan menjadi isu serius yang perlu dicarikan jalan pemecahannya bersama. Bahkan sudah ada indikasi bahwa tindakan mereka bukan lagi sekedar persoalan mengisi perut, tetapi sudah berkembang menjadi profesi dengan mengeksploitasi anak-anak untuk mencari nafkah di jalanan. Banyak faktor yang turut mempengaruhi munculnya PMKS jalanan : 1. Kemiskinan sebagai warisan sosial, 2. Kerentanan terhadap pengaruh perilaku menyimpang, 3. Pembiasaan melestarikan perilaku menyimpang untuk memenuhi kebutuhan hidup, 4. Terperangkap oleh mafia PMKS yang pandai membaca dan memanfaatkan peluang situasi. Upaya mengatasi permasalahan PMKS jalanan di atas tentu harus dilakukan secara komprehensif dengan multi disiplin. Upaya perlindungan perlu dilakukan terhadap keluarga mereka, khususnya terhadap anak-anak, agar fisik dan mental psikologinya dapat berkembang dengan baik, tidak terpengaruh oleh contoh-contoh perilaku yang anormatif, amoral, dan cenderung criminal. Dari aspek yang lain, perlu juga dilakukan penegakan hukum yang baik melalui pendekatan represif maupun pendekatan persuasif. Tindakan represif bisa dalam bentuk razia, tindakan hukum bagi PMKS jalanan yang melanggar aturan. Sedangkan tindakan persuasif dapat dilakukan dengan memasang poster-poster yang menghimbau masyarakat untuk tidak memberi uang kepada anak jalanan, gelandangan dan pengemis, serta membuat efek jera bagi orang yang memanfaatkan jasa WTS, dengan harapan apabila PMKS jalanan itu merasa tempatnya mencari uang sudah dianggap tidak menguntungkan lagi, mereka akan berhenti dengan sendirinya.
Visi, Misi dan Tujuan
1. Visi Bersihnya PMKS jalanan dari sudut-sudut jalanan di perkotaan pada tahun 2018.
2. Misi a. Meningkatkan kualitas SDM profesionalitas pelayanan terhadap PMKS jalanan, b. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi mekanisme kerja penanganan PMKS jalanan dengan pemerintah Kabupaten/Kota,
c. Mengembangkan jaringan kerja sama dengan kelompok professional dan perguruan tinggi untuk pengembangan metode dan teknik pelayanan
3. Tujuan a. Mempersiapkan kondisi sikap, mental dan perilaku, serta ketrampilan dasar PMKS jalanan sebelum menapatkan pelayanan lanjutan di UPT rujukan.
b. Meningkatkan mekanisme kerja yang efektif dan efisien dalam penanganan PMKS Jalanan.
c. Meningkatkan kualitas pelayanan pada PMKS jalanan. Permasalahan yang dihadapi PMKS 1. Masalah ekonomi (Kemiskinan).
2. Masalah Pendidikan (pendidikan mereka pada umumnya relative rendah).
3. Masalah sosial budaya yang menghambat mereka untuk maju, seperti : sikap pasrah pada nasib, tidak memiliki rasa malu dan perassan tidak mau terikat oleh aturan dan norma.
4. Masalah lingkungan (mereka tidak memiliki tempat tinggal yang tetap).
5. Masalah hukum dan kewarganegaraan (mereka tidak memiliki kartu identitas diri).
Proses Pelayanan Sosial Bentuk kegiatan dalam proses Pelayanan Sosial dalam Balai meliputi : a. Penerimaan dan registrasi Merupakan kegiatan penerimaan klien hasil razia, rujukan dari lembaga sosial maupun yang menyerahkan diri dan telah diseleksi serta memenuhi criteria untuk mendapatkan pelayanan dan bimbingan sosial dalam balai. b. Seleksi Kegiatan melihat data guna dipilih yang memenuhi syarat untuk mendapat pelayanan dan bimbingan dalam balai. c. Assesment Mengungkapkan dan memahami masalah klien sehingga yang bersangkutan dapat dilayani sesuai permasalahannya. d. Penempatan dalam asrama e. Penempatan dalam program pelayanan (pemenuhan kebutuhan dasar klien) f. Penempatan dalam program bimbingan
1. Bimbingan Sosial
2. Bimbingan mental/spiritual
3. Bimbingan ketrampilan
4. Bimbingan fisik
5. Bimbingan lanjut dan atau rujukan g.
Jenis ketrampilan yang diberikan :
1. Pertukangan batu / kayu 2. Sulam pita / penjahitan 3. Potong rambut / salon 4. Pertanian 5. Olahan pangan 6. Lassery
Prosedur dan Persyaratan penerimaan klien
a. Prosedur penerimaan klien di Balai Pelayanan Sosial PMKS Jalanan Sidoarjo dilaksanakan melalui dua pendekatan :
1. Pendekatan aktif, yaitu penjaringan / penjangkauan dan seleksi haasil razia di kabupaten / kota.
2. Pendekatan pasif, yaitu penerimaan calon klien melalui : hasil razia, rujukan dari pelayanan sosial atau lembaga sosial atau menyerahkan diri.
b. Persyaratan calon klien :
1. Sehat jasmani, tidak berpenyakit menular, tidak sedang dalam keadaan sakit yang memerlukan perawatan medis (rawat inap) atau cacat berat.
2. Tidak sedang berurusan dengan aparat penegak hukum. 3. Mampu beraktifitas untuk diri sendiri. 4. Bersedia di asramakan.
5. Bersedia mentaati tata tertib dan peraturan-peraturan balai. 6. Membawa surat pengantar / rujukan dari instansi pengirim atau kepolisian.
H. Biodata Klien Biodata Klien Nama : Satumi Usia : 47 tahun Status : Janda Tempat tinggal : Pandaan Pekerjaan : pengumpul barang bekas Jumlah anak : 1 (satu) Satumi, salah satu warga Pandaan ini terjaring oleh Satpol PP daerah Sidoarjo saat dirinya sedang mencari barang-barang bekas bersama anak semata wayangnya Wanda Wulandari. Dirinya sudah berada di balai Pelayanan Sosial Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Jalanan Sidoarjo ini selama satu bulan lima hari. Ibu Satumi ini sudah ditinggal suaminya ketika Wanda masih di dalam usia kandungan, yaitu sekitar 8 bulan. Sebelumnya dirinya mengakui jika suaminya tersebut telah berselingkuh dengan seorang wanita asal Blitar dan dirinya tidak pernah dinafkahi selama 4 bulan. Perselingkuhan antara suami dan wanita asal Blitar itu baru diketahui Satumi ketika usia kandungannya sudah 7 bulan. Sebelumnya Ibu Satumi ini pernah melahirkan 3 kali sebelum Wanda, akan tetapi ketiga anaknya tersebut meninggal setelah di lahirkan. Sementara itu kematian suaminya sendiri diakibatkan karena suaminya tersebut jatuh dari tempat kerjanya saat mengerjakan sebuah proyek. Semenjak kecil Ibu Satumi sudah di titipkan ke saudara dari bapak kandungnya, karena kedua orang tuanya sudah meningal ketika ibu satumi masih kecil dan sampai saat ini beliau ikut keponakannya. Selama ini ibu Satumi juga sama sekali belum pernah mengenyam pendidikan formal, sehingga pekerjaan yang layak pun susah untuk beliau dapatkan apalagi di usianya yang hampir kepala lima ini. Sebenarnya jika pada musim panen kedelai Ibu Satumi ini mempunyai kesibukan lain yaitu pembuat sekaligus penjual tempe, akan tetapi jika diperumpamakan ketika ia menjual barang dagangannya itu dua orang yang membeli langsung membayar, sementara tiga orang lainnya berhutang pada beliau, jadi untuk kembali modal saja susah didapatkan oleh ibu asal Pandaan tersebut. Harapan ibu Satumi Selama berada di balai ini tidak ada yang ibu Satumi lakukan selain menyapu atau mengepel, itupun sudah ada yang mengerjakan, yaitu para warga balai PMKS lainnya yang tentunya lebih muda dibanding dirinya. Dari balai sendiri dia mendapatkan sabun, sikat gigi, pasta gigi, dan sandal japit, untuk baju sendiri Ibu Satumi dan Wanda sudah membawa sendiri karena Ibu Satumi saat di tangkap satpol PP keaadaannya sudah 3 hari belum pulang. Keponakannya pun belum ada yang tau jika Ibu Satumi ikut terjaring satpol PP, karena keponakan beliau ada di beberapa tempat dan sudah biasa jika Ibu ini berpindah tempak ke keponakan satu dan yang lainnya. Ketika di wawancarai harapan Ibu Satumi, beliau hanya menginginkan untuk segera di pulangkan ke Pandaan, karena setiap malam Wanda selalu menangis karena ingin segera pulang. Karena selama di panti ibu Satumi sudah merasa bosan dan tidak ada kegiatan rutin ataupun pelatihan. Ibu ini lebih sering mengurung dirinya di dalam ruangan. Jika nantinya Ibu Satumi di keluarkan dari balai ini beliau tidak akan mengulangi perbuatannya yaitu mengumpulkan barang-barang bekas dijalanan selama berhari-hari karena dirasa mempunyai resiko yang tinggi, beliau hanya ingin menjadi penjual tempe yang tadinya hanya dikerjikannya ketika panen kedelai saja. Baginya kebahagiaan anak semata wayangnya yang bercita-cita jadi seorang artis itu merupakan sesuatu yang penting. Solusi untuk ibu Satumi Setelah terjaring dalam razia Satpol PP ibu Satumi memang sudah merasa kapok dengan perbuatan yang telah dilakukannya, dia hanya mengatakan bahwa dirinya ingin cepat dibebaskan dan dipulangkan ke daerah asalnya. Wanda gadis kecil yang berusia 4 ahun itu sering menangis tiap malam karena tidak betah berada di panti. “Pokoknya saya pengen cepet pulang mbak soalnya Wanda nangis tiap malam dan saya nanti mau jualan tempe saja”. Ucap beliau saat diwawancarai. Di dalam usia yang hampir menginjak kepala lima dan belum pernah mengenyam pendidikan formal tentunya sulit untuk ibu Satumi mencari pekerjaan yang layak, akan tetapi belum tentu semua pekerjaan membutuhkan ijazah. Di Pandaan ibu Satumi masih mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa sembako. Banyak pekerjaan yang bisa ibu Satumi kerjakan dengan tenaga yang tidak cukup besar. Misalnya, ibu Satumi kembali berjualan tempe, di beri pelatihan membuat kerupuk, atau pembuatan makanan ringan lainnya yang tidak terlalu banyak mengeluarkan modal. Sehingga ibu Satumi bisa terus bekerja dan bisa menyekolahkan anak semata wayangnya itu.
BAB IV PENUTUP
Ilmu Sosial Dasar dan Contoh masalah sosial
Berdasarkan sumber ilmu filsafat yang di anggap sebagai ibu dari ilmu pengetahuan, maka ilmu pengetahuan di kelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :
Ilmu-ilmu Alamiah (natural science). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas.
Ilmu-ilmu sosial (social science). ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah.
Pengetahuan budaya (the humanities) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti.
Ilmu Sosial Dasar adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari/menelaah tentang masalah-masalah sosial di dalam sebuah masyarakat yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang diekembangkan untuk mengkaji masalah manusia .
Maka dari itu pelajaran ilmu sosial dasar diberikan kepada mahasiswa sebagai suatu bahan program studi atau mata kuliah umum. Mata kuliah umum sosial dasar diberikan dalam rangka usaha untuk memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan guna mengkaji gejala-gejala sosial agar daya tanggap, presepsi, dan penalaran mahasiswa dalam menghadapi lingkungan sosialnya .
Tujuan
Tujuan Ilmu Sosial Dasar
1. Tujuan umum diselenggarakannya mata kuliah Ilmu Sosial Dasar ialah pembentukan dan pengembangan kepribadian serta perluasan wawasan perhatian, pengetahuan, dan pemikiran mengenai berbagai gejala yang ada dan timbul dalam lingkungannya, khususnya gejala berkenaan dengan masyarakat dengan orang lain, agar daya tanggap, presepsi, dan penalaran berkenaan dengan lingkungan social dapat dipertajam.
2. Tujuan khusus:
Memahami dan menyadari adanya kenyataan-kenyataan sosial dan masalah-maslah sosial yang ada dalam masyarakat.
Peka terhadap masalah-masalah sosial dan tanggap untuk ikut serta dalam usaha-usaha menanggulanginya.
Menyadari bahwa setiap masalah sosial yang timbul dalam masyarakat selalu bersifat kompleks dan hanya dapat mendekatinya (mempelajarinya).
Memahami jalan pikiran para ahli dalalm bidang ilmu pengetahuan lalin dan dapat berkomunikasi dengan mereka dalalm rangka penanggulangan maslah sosial yang timbul dalam masyarakat.
Contoh masalah sosial
Setiap lingkungan pasti memiliki yang namanya masalah sosial, cuma yang akan saya bahas kali ini adalah masalah sosial yang terjadi di Indonesia. kalian mungkin sudah sering melihat atau mengetahui berbagai masalah yang terjadi disekitar kita, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, kesenjangan sosial dan masih banyak lagi. mari kita bahas tentang kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
Seseorang disebut miskin apabila ia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini terbagi menjadi 5, yaitu : sandang, papan, pangan, kesehatan serta pendidikan.
Menurut Ilmu Sosiologi ada beberapa hal yang menyebabkan kemiskinan :
Pilihan untuk menjadi ( atau tetap ) miskin, yang tercermin dari pola pikir, pilihan hidup, dan perilaku individu; misalnya berperilaku malas atau tidak mau berusaha.
Sulitnya akses untuk mendapat pendidikan yang layak dan pekerjaan.
perasaan terbiasa dengan kemiskinan ( karena hidup di lingkungan miskin ) sehingga kemiskinan itu di anggap hal yang wajar.
Menurut saya kemiskinan itu pasti bisa diatasi, dan setiap orang pun memiliki pikiran yang berbeda tentang bagaimana cara mengatasi kemiskinan. Optimis adalah salah satu kunci terpenting dalam menghadapi masalah, sebaliknya kalau anda pesimis semuanya akan terasa lebih berat. Berikut cara mengatasi kemiskinan :
Hilangkan sifat malas, malu akan melakukan sesuatu yang baik, dan cobalah untuk menghargai waktu. Segala sesuatu memang tidak ada yang langsung jadi atau Instant, tapi segala sesuatu juga tidak akan terjadi apabila anda tidak memulai. Meskipun berat, meskipun susah, meskipun butuh waktu panjang, saat anda mulai bergerak menuju pada sesuatu yang lebih baik InsyaAllah sifat-sifat buruk itu akan mulai terkikis dengan sendiri nya.
Hilangkan rasa takut untuk memulai sesuatu yang baru, apabila anda berada disuatu lingkungan yang dimana miskin adalah suatu hal yang biasa dilingkungan tersebut, maka rasa terbiasa akan kemiskinan akan mulai menghampiri. Anda harus bisa memotivasi diri anda sendiri agar bisa keluar dari zona nyaman yang buruk itu, cobalah memulai suatu pekerjaan/bisnis agar kebutuhan dasar anda terpenuhi.


